Dalam percakapan saya dengan 103 musisi di Jogja sepanjang 2024, saya menemukan fakta mengejutkan—72% musisi tidak menghasilkan passive income dari musik. Sebaliknya, banyak dari mereka mendapatkan penghasilan pasif dari investasi di reksadana, saham, dan crypto. Artikel ini akan menggali lebih dalam mengapa hal ini terjadi, serta tantangan yang dihadapi musisi di Indonesia dalam menghasilkan uang dari karya mereka.
07 December 2024
72% Musisi Tidak Menghasilkan Passive Income dari Musik: Perspektif 2024 dari Jogja
Dalam percakapan saya dengan 103 musisi di Jogja sepanjang 2024, saya menemukan fakta mengejutkan—72% musisi tidak menghasilkan passive income dari musik. Sebaliknya, banyak dari mereka mendapatkan penghasilan pasif dari investasi di reksadana, saham, dan crypto. Artikel ini akan menggali lebih dalam mengapa hal ini terjadi, serta tantangan yang dihadapi musisi di Indonesia dalam menghasilkan uang dari karya mereka.
05 December 2024
Musicpreneur: Bisnis Musik atau Musik Dibisniskan?
Ah, dunia musicpreneur, istilah kekinian yang terdengar elegan. Sebuah dunia di mana musik bertemu bisnis, lalu lahirlah harmoni yang katanya bisa menghasilkan pundi-pundi. Tapi mari kita berhenti sejenak dan bertanya, apakah seorang musicpreneur harus bisa bermusik? Jawabannya sederhana: iya, wajib!
Sayangnya, kenyataan di lapangan justru memprihatinkan. Banyak sekali bisnis musik yang, kalau kita jujur, lebih terlihat seperti bisnis yang kebetulan menjual musik. Siapa yang menjalankan? Pebisnis murni yang bahkan tidak tahu perbedaan antara tangga nada mayor dan minor. Lantas, apakah mereka peduli? Tentu tidak. Yang penting profit, kawan.
Ketika Musik Jadi Barang Jualan Semata
Bayangkan sebuah restoran mewah yang pemiliknya tidak tahu apa itu garam. Mereka hanya fokus pada dekorasi dan daftar harga tanpa peduli rasa makanan. Nah, analogi ini menggambarkan bagaimana sebagian besar bisnis musik dijalankan. Mereka melihat tren, melihat potensi pasar, lalu masuk dengan niat mengambil keuntungan sebanyak mungkin.
Apa yang hilang? Rasa. Jiwa. Esensi. Musik, yang seharusnya menjadi seni, berubah menjadi sekadar komoditas. Konser diubah menjadi mesin uang, kursus musik menjadi pabrik sertifikat, dan produksi lagu menjadi kalkulasi untung-rugi belaka.
Strategi "Musisi Sebagai Pajangan"
Ketika bisnis musik dikelola oleh pebisnis yang tidak memahami seni, ada strategi yang sering digunakan: menggandeng musisi profesional sebagai brand ambassador. Pada pandangan pertama, ini terlihat seperti langkah cerdas. Namun, mari kita bedah lebih dalam.
Musisi Jadi Pajangan Branding
Musisi profesional sering dijadikan wajah bisnis untuk membangun kredibilitas. Mereka tampil di iklan, berbicara di video promosi, dan mungkin sesekali muncul di acara perusahaan. Namun, apakah mereka benar-benar memiliki andil dalam operasional bisnis? Jauh dari itu.Siapa yang Memutuskan Kebijakan?
Andil terbesar tetap berada di tangan pemilik bisnis. Dari harga kursus hingga strategi pemasaran, semuanya diatur oleh orang-orang yang bahkan mungkin tidak tahu bagaimana cara membaca notasi musik. Sementara itu, musisi profesional hanya menjadi tameng untuk menciptakan ilusi bahwa bisnis ini dijalankan oleh orang-orang yang paham seni.Fokus pada "Atribut Komersial" Musisi
Yang dijual bukanlah keahlian musisi, melainkan popularitasnya. Tidak masalah jika mereka tidak terlalu terlibat dalam pengembangan layanan atau produk, selama wajah mereka cukup menjual untuk menarik konsumen.Esensi Seni Terkikis
Ketika bisnis lebih fokus pada branding daripada konten, yang terjadi adalah produk atau layanan yang kehilangan esensi seninya. Kursus musik menjadi standar minimalis, produksi musik menjadi repetitif, dan inovasi menjadi stagnan.
Logika Wajib: Musicpreneur Harus Bisa Bermusik
Mengapa seorang musicpreneur harus memiliki kemampuan musikal? Berikut alasannya:
Autentisitas Produk
Bagaimana Anda bisa menjual sesuatu yang tidak Anda pahami? Seorang musicpreneur yang tidak bisa bermusik tidak lebih dari seorang pedagang kosong. Autentisitas hanya lahir dari pemahaman mendalam, dan pemahaman itu mustahil tanpa pengalaman langsung dalam bermusik.Kredibilitas di Mata Konsumen
Musik bukanlah sembarang produk; ia adalah ekspresi jiwa. Seorang musicpreneur yang memahami musik memiliki kredibilitas lebih tinggi karena mereka berbicara dari pengalaman, bukan dari laporan Excel.Visi yang Berorientasi pada Kualitas
Pebisnis murni cenderung fokus pada angka. Tapi seorang musicpreneur yang juga musisi akan fokus pada kualitas. Mereka mengerti bahwa musik berkualitas lebih dari sekadar produk; itu adalah karya seni yang memiliki dampak emosional bagi pendengar.Membangun Keberlanjutan, Bukan Sekadar Keuntungan
Bisnis musik yang dijalankan oleh musisi memiliki visi jangka panjang. Mereka memahami ekosistem musik dan ingin membangunnya, bukan sekadar mengambil keuntungan lalu meninggalkan kehancuran.
Alasan saya Mendirikan Fisella
Fisella lahir dari keresahan para musisi profesional, bukan sekadar pedagang yang ingin "mencicipi manisnya industri musik."
Kursus Musik dari Hati, Bukan Kantong
Fisella menawarkan kursus musik yang dirancang oleh musisi untuk musisi. Ini bukan sekadar program belajar yang mengandalkan "template sukses." Setiap modul dikembangkan dengan pengalaman nyata, melibatkan pengajar yang benar-benar memahami seni dan teknik musik.Proyek Musik Nyata, Bukan Janji Kosong
Salah satu keunikan Fisella adalah murid-muridnya diberi kesempatan untuk terjun ke proyek musik nyata. Dari mengerjakan real project hingga paid project, semua dirancang untuk menghubungkan teori dengan praktik.Profit? Tentu, Tapi dengan Jiwa Seni
Apakah Fisella mencari keuntungan? Tentu saja, ini bisnis, bukan komunitas relawan. Tapi keuntungan bukanlah satu-satunya tujuan. Fisella berdiri untuk menciptakan ekosistem musik yang lebih baik, mengedukasi generasi musisi berikutnya, dan menjaga integritas seni di tengah gempuran komersialisasi.
Menutup Satire dengan Renungan
Jadi, sebelum Anda memutuskan menjadi seorang musicpreneur, tanyakan pada diri sendiri:
- Apakah Anda mengerti musik, atau hanya melihatnya sebagai peluang bisnis?
- Apakah Anda ingin membangun ekosistem musik, atau hanya mengambil keuntungan darinya?
- Apakah Anda peduli dengan seni, atau hanya angka di rekening?
Jika jawaban Anda condong ke sisi bisnis semata, mungkin sebaiknya Anda menjual pakaian atau gadget saja. Musik adalah dunia yang membutuhkan jiwa, bukan sekadar kalkulator. Karena pada akhirnya, musik tanpa jiwa adalah kebisingan. Dan bisnis tanpa integritas adalah kehampaan.
20 November 2024
Musikolog dan Praktik: Sudahkah Selesai dengan “Masalah Praktis”?
Musikologi merupakan sebuah terobosan di mana teori musik bertemu dengan sejarah, estetika, dan kritik, dan spektrum lain yang luas tempat di mana musikolog menciptakan narasi intelektual untuk seni. Namun, seringkali kita mendapati seorang musikolog berbicara tentang kehebatan Bach dan pythagoras, tetapi memainkan Invention No. 1 pun tidak lancar. Atau mengkritik struktur harmoni modern tanpa pernah membuat satu pun aransemen yang layak ditampilkan.
19 November 2024
6 Passive Income Musisi Versi Saya
Pengen punya penghasilan pasif sambil ngejar passion musik? Tenang aja, ada banyak cara buat kamu, anak musik, buat dapet passive income di era digital ini. Passive income tuh kayak punya mesin uang yang terus jalan, meskipun kamu lagi tidur atau sibuk bikin lagu. Yuk, bahas yang kekinian dan konkret, biar kamu bisa langsung mulai!
1. Jual Beat atau Sound Pack di Marketplace Online
Buat kamu yang jago bikin beat atau sound design, ini wajib banget dicoba. Marketplace seperti Beatstars, Splice, atau Loopmasters jadi tempat yang pas buat jual karya-karyamu. Bukan cuma beat, kamu juga bisa jual sound pack unik untuk musisi atau kreator konten.
Contoh:
- Bikin pack drum loops yang cocok untuk genre chill atau trap.
- Rilis sample pack suara alam yang sering dipakai buat backsound konten meditasi.
Tiap ada yang download atau beli, kamu langsung dapet penghasilan. Dan enaknya, satu karya bisa dijual ke banyak orang! Per tahunnya saya bisa ngantongin 8 sampai 10 juta rupiah.
2. Bikin e-Course atau Kelas Musik Online
Kursus online lagi booming banget, termasuk di bidang musik. Kamu bisa bikin e-course tentang hal yang kamu kuasai, seperti music production, bikin beat, atau belajar alat musik tertentu.
Contoh:
- Kelas “Belajar FL Studio untuk Pemula” yang ngajarin cara bikin beat pertama sampai export lagu.
- Tutorial “Cara Cepat Main Gitar Akustik” buat pemula yang suka lagu-lagu pop.
Setelah course selesai, upload ke platform kayak Fisella Music Academy. Promosiin lewat media sosial, dan tiap ada yang daftar, kamu langsung dapet penghasilan. Saya pernah dapetin Rp 40 jutaan dalam 4 bulan saat pandemi karena e-course.
3. Monetisasi Blog Musik + Adsense + Safelink
Kalau kamu suka nulis, coba bangun blog tentang musik. Kamu bisa nulis artikel tentang tips belajar musik, ulasan alat musik, atau tutorial produksi lagu. Pas blog kamu udah banyak pengunjung, daftarin ke Google Adsense untuk dapet penghasilan dari iklan.
Yang lebih keren lagi, kamu bisa pakai safelink buat menghasilkan tambahan. Misalnya, kamu bikin artikel tentang “Cara Membuat Lagu Lo-Fi di FL Studio.” Di dalamnya, tambahkan link download sample pack gratis yang diarahkan ke safelink. Tiap orang yang klik dan lewat safelink itu, kamu dapet penghasilan tambahan.
Contoh konten:
- “5 Plugin Gratis untuk Mixing Musik” dengan link download yang pakai safelink.
- Artikel “Panduan Belajar Musik dari Nol” dengan iklan Adsense di sidebar blog.
4. Distribusi Musik ke Platform Streaming Digital
Karya musikmu wajib masuk ke Spotify, Apple Music, atau YouTube Music. Ini cara klasik tapi efektif buat passive income. Tiap kali lagumu diputar, kamu dapet royalti. Tapi yang lebih kekinian, coba fokus ke relaxation music.
Relaxation music seperti musik meditasi atau tidur makin banyak dicari orang. Kamu bisa bikin lagu dengan tema seperti ambient sound, suara alam, atau lo-fi beats buat fokus belajar.
Contoh:
- Bikin album “Meditation Sounds for Focus” dan upload ke Spotify.
- Promosiin lagu-lagu relaksasimu di YouTube sebagai background music untuk belajar atau yoga.
Tiap ada yang putar atau gunakan, penghasilan bakal terus ngalir! Tapi karena saya nggak fokus di performing dapetnya nggak banyak, cuma ratusan ribu doang per tahunnya.
5. Jual Preset atau Template DAW
Kalau kamu jago bikin preset atau template di DAW seperti FL Studio atau Ableton, ini peluang besar! Banyak musisi pemula yang nyari preset siap pakai buat mempercepat workflow mereka.
Contoh:
- Jual preset suara gitar yang cocok buat genre pop atau rock di marketplace seperti Gumroad.
- Bikin template mixing siap pakai buat lo-fi atau EDM.
6. Sistem Subscription via Patreon atau Ko-fi
Kalau kamu punya banyak penggemar loyal, coba bikin akun di Patreon atau Ko-fi. Kamu bisa kasih konten eksklusif seperti lagu baru, behind-the-scenes produksi lagu, atau mentoring musik.
Contoh:
- Paket subscription seharga Rp 50.000 per bulan untuk akses video tutorial mixing.
- Tier premium dengan hadiah seperti shoutout atau konsultasi musik privat.
Era digital bikin anak musik punya banyak cara buat dapet passive income, mulai dari jual beat, bikin e-course, nulis blog musik, sampai bikin relaxation music. Yang penting, konsisten berkarya dan manfaatkan platform digital dengan maksimal.
Beli Instrumen Musik Duluan atau Bisa Main Musik Dulu Baru Beli Instrumen?
Pernah nggak sih, kamu nanya ke diri sendiri: “Aku harus bisa dulu main musik baru beli instrumen, atau beli dulu baru belajar?” Pertanyaan ini sering banget muncul, terutama buat yang baru mau mulai perjalanan musiknya. Kalau diibaratkan, ini kayak mau mancing ikan: “Harus beli pancingan dulu atau nunggu dapet ikan baru beli pancingan?” Jawabannya, yuk kita bahas bareng-bareng.
Beli Dulu, Baru Belajar
Buat kamu yang semangat banget belajar musik, beli instrumen dulu bisa jadi langkah awal yang bikin motivasi makin tinggi. Ibaratnya nih, kalau mau mancing, ya beli pancingan dulu. Masa mau mancing ikan pakai tangan kosong? Dengan punya instrumen di tangan, kamu bisa langsung praktek kapan aja, nggak perlu ribet pinjam-pinjam.
Kelebihannya:
- Konsisten belajar: Instrumen udah ada, jadi kamu nggak punya alasan buat malas-malasan.
- Rasa kepemilikan: Punya alat sendiri tuh beda banget rasanya, kamu bakal lebih hati-hati dan rajin ngerawat.
- Investasi jangka panjang: Walaupun awalnya belajar, alat ini tetap bisa dipakai bahkan saat kamu udah pro.
Tapi ya, ada minusnya juga. Kalau kamu masih ragu serius atau nggak, bisa-bisa instrumen ini malah jadi pajangan di pojokan. Uang yang keluar juga lumayan, apalagi kalau kamu beli alat berkualitas tinggi dari awal.
Bisa Dulu, Baru Beli
Nah, ada juga yang mikir, “Ngapain beli kalau belum tentu aku suka?” Pendekatan ini cocok buat kamu yang masih coba-coba. Biasanya, kamu bisa pinjam instrumen dari teman, sewa, atau belajar di tempat kursus yang udah menyediakan alatnya.
Kalau pakai analogi mancing, ini kayak nyewa pancingan dulu buat nyoba. Kalau ternyata kamu suka dan berhasil dapet ikan, baru deh beli pancingan sendiri.
Kelebihannya:
- Hemat biaya di awal: Kamu nggak perlu keluar uang banyak buat beli alat.
- Fleksibel: Kalau ternyata kamu nggak cocok, tinggal berhenti tanpa rugi besar.
- Lebih tahu kebutuhan: Setelah mencoba, kamu jadi lebih paham alat apa yang sebenarnya pas buat kamu.
Kekurangannya, ya kamu mungkin nggak bisa latihan kapan aja karena alatnya bukan punya sendiri. Dan kalau harus sewa terus-menerus, biaya sewa bisa lebih mahal dibanding beli instrumen baru.
Jadi, Mana yang Lebih Baik?
Semua balik lagi ke kebutuhan dan kondisi kamu. Kalau kamu punya budget cukup dan yakin mau serius, beli instrumen dulu adalah pilihan terbaik. Tapi kalau masih ragu, coba belajar dulu dengan alat pinjaman atau sewa.
Sama seperti mancing, ada orang yang beli pancingan dulu supaya siap kapan aja. Tapi ada juga yang coba pakai pancingan teman buat lihat cocok nggak sama hobinya.
Tips Memilih Instrumen Pertama
Kalau udah mantap beli, pastikan pilih alat yang sesuai dengan kebutuhan. Nggak perlu mahal, yang penting nyaman dan cukup buat belajar. Misalnya, mau belajar gitar, kamu bisa mulai dari gitar akustik standar. Kalau mau coba digital piano, pilih yang fitur dasarnya lengkap tapi tetap ramah di kantong.
Kesimpulannya?
Nggak ada cara yang benar atau salah, yang penting kamu nikmati proses belajarnya. Musik itu soal perjalanan, bukan cuma hasil akhir. Jadi, apapun pilihanmu, pastikan itu yang bikin kamu happy!
18 October 2024
Tangga Nada Minor Melodis, Tahu Teorinya Nggak Tahu Pengaplikasiannya
Tangga nada minor melodis sering dianggap sebagai bagian dari teori musik yang sulit dipahami, terutama saat dihadapkan pada bagaimana menggunakannya dalam komposisi atau improvisasi. Artikel ini akan membahas teori tangga nada minor melodis dan memberikan panduan aplikasinya, termasuk bagaimana menggunakannya untuk modulasi dari tangga nada paralel minor ke mayor secara mulus.
01 June 2024
$Music by Gala: Cryptocurrency Revolusi Industri Musik melalui Blockchain
Dalam era digital yang terus berkembang, industri musik telah menjadi salah satu yang paling terpengaruh oleh transformasi teknologi. Salah satu inovasi terbaru yang menarik perhatian adalah Gala Music Cryptocurrency. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci tentang Gala Music Cryptocurrency, membandingkannya dengan platform sejenis seperti $Audio dari Audius, serta mengeksplorasi dampaknya terhadap industri musik secara keseluruhan.
25 May 2024
Belajar Tangga Nada pada Gitar Harusnya Tidak Mengikuti Konsep dari Piano
Gitar, dengan keunikannya, memang memiliki pendekatan tersendiri dalam mempelajari tangga nada. Namun, paradigma yang telah berkembang selama ini dalam pembelajaran gitar tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik alat itu sendiri. Terutama, penggunaan konsep tangga nada ala piano dalam mengajar gitar telah menjadi kebiasaan yang terlalu lazim. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa guru gitar dan buku gitar harus mengubah pendekatan mereka dalam mengajarkan tangga nada, dan bagaimana konsep the CAGED System muncul sebagai alternatif yang lebih sesuai dan efektif.